Jimly: Kebebasan Berdemokrasi Jangan Sampai Menimbulkan Perpecahan

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu DKPP Jimly Asshiddiqie jokowi demokrasi Foto: Jimly Asshiddiqie.

Jakarta - Presiden Jokowi menilai demokrasi di Indonesia sudah kebablasan. Jokowi mengatakan praktik demokrasi dianggap sudah membuka peluang munculnya artikulasi politik yang ekstrim.

Menurut Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie, demokrasi kebablasan yang disebut Jokowi ada benarnya. Namun dia menganggap demokrasi kebablasan itu dapat dikontrol dengan penegakan hukum.

"Ada benarnya, tapi bukan istilah itu yang penting. Yang penting adalah hal-hal yang berkenaan dengan kinerja demokrasi kita banyak sekali yang mesti diperbaiki. Konteks yang ingin disampaikan Presiden itu kebebasan harus dikontrol dengan hukum dan penegakan hukum menjadi kunci," ujar Jimly seusai acara diskusi di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta, Sabtu (25/2).

Ia juga menyebut kebebasan dalam berdemokrasi jangan sampai menimbulkan perpecahan. Jika rakyat Indonesia tidak bersatu, ujarnya, bangsa akan sulit maju.

"Kebebasan jangan sampai menimbulkan perpecahan, jangan menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial, yang kaya makin kaya, miskin tetap miskin. Karena, tanpa efektifnya penegakan hukum yang berkeadilan, yang mendapat nikmat kebebasan itu elite. Menegakkan hukum menjadi kunci supaya keadilan sosial terwujud. Kalau kita tidak bersatu, bagaimana kita bisa maju," papar Jimly.

Dalam berdemokrasi, Jimly mengingatkan masyarakat agar tidak mau diadu domba oleh pihak yang tidak suka dengan pemerintahan sekarang. Menurutnya, boleh saja tidak suka dengan pemerintah, namun ketidaksukaan itu haruslah diekspresikan secara demokratis, yaitu pemilu.

"Jangan mau dibentur-benturkan orang yang tidak suka kepada pemerintahan. Tidak suka dengan individu presiden boleh saja, tapi diekspresikan secara demokratis. Kita sudah membangun sistem demokrasi, kalau nggak suka ya nanti kita ekspresikan melalui pemilu 5 tahun sekali. Termasuk pilkada sekarang ini," tuturnya.

Selanjutnya dia menyarankan untuk lebih mengutamakan penyelesaian masalah di jalur resmi yang telah disediakan pemerintah, seperti melalui pengadilan, bukan demonstrasi.

Jimly juga menyebut adalah hal yang keterlaluan jika penguasa tidak mendengarkan protes yang disampaikan masyarakat melalui cara-cara yang demokratis.

"Jangan mengekspresikan kemarahan, ketidaksukaan, atau keluh kesah di jalanan. Ekspresikan keluhan dan kemarahan di pengadilan, di forum terbuka yang disediakan negara. Itu cara menyelesaikan permasalahan secara demokratis," ungkapnya.