Foto: Aksi masyarakat menolak Revisi UU KPK. Jakarta - Sempat meredup sekitar satu tahun, kini rencana Revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK kembali ramai diperbincangkan. Meski revisi undang-undang itu tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017, namun Badan Keahlian DPR (BKD) gencar mensosialisasikannya ke beberapa universitas. Menanggapi itu, Ketua BKD DPR, Johnson Rajagukguk mengatakan sosialisasi merupakan tugas dari Pimpinan DPR. "Itu kan kesepakatan dulu antara Pemerintah dan DPR, supaya terlebih dahulu disosialisasikan, lalu kami memang mendapat tugas dari Pimpinan," kata Johnson di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/3). Ia menjelaskan, perintah dari Pimpinan itu juga merupakan implikasi kesepakatan antara DPR dan Pemerintah. Namun, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan membantah anggapan bahwa sosialisasi itu merupakan pesanan dari Pimpinan Dewan. "Tidak pernah ada pesanan dari Pimpinan DPR khusus untuk revisi UU KPK. Tidak ada titipan-titipan. Kalau ada titipan, saya akan menolak itu. Ini silakan BKD mengkaji semua aspek UU yang termasuk dalam Prolegnas. Itu tidak ada pesanan khusus," ungkap Taufik. Ia menyebut, tugas BKD memang melakukan kajian-kajian terhadap RUU. "Tugas BKD itu kan tidak hanya khusus terkait dengan revisi UU KPK. Berlaku seperti undang-undang lain. Itulah yang saya maksud tidak ada batasan atau instruksi apa pun, BKD tetap bekerja mengkaji semua UU. Apakah UU Pilkada, UU Pemilu, UU KPK misalnya. Tapi tidak pernah ada dalam rapim special delivery khusus untuk membahas itu," paparnya. Sementara itu, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas memastikan revisi UU KPK tak masuk dalam Prolegnas 2017. "RUU KPK nggak masuk Prolegnas 2017. Di Baleg nggak ada pembahasan soal RUU KPK," ungkap Supratman. Rencana Revisi UU No 30 Tahun 2002, yang sempat mencuat tahun lalu, ditegaskannya sudah didrop di Baleg DPR untuk tahun ini. Untuk bisa masuk Prolegnas 2018, menurut Supratman, juga tergantung kesepakatan fraksi dan Pemerintah. "Iya (sudah didrop). (Untuk 2018) tergantung sikap fraksi dan Pemerintah. Karena, biar fraksi setuju, kalau Pemerintah nggak setuju, nggak bisa juga," ujarnya. "Atau sebaliknya, meski Pemerintah setuju, tapi fraksi-fraksi di DPR nggak setuju, ya juga nggak jadi," lanjut Supratman. Seperti diketahui, rencana Revisi UU KPK itu sempat terhenti tahun lalu setelah mendapat penolakan dari berbagai pihak. Dan kini, ada empat poin Revisi UU KPK yang disosialisasi. Masih sama seperti usul sebelumnya, yakni soal KPK yang bisa mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri. Kemudian tiga poin yang menjadi kontroversi sejak awal adalah soal kewenangan penyadapan KPK, dibentuknya dewan pengawas bagi KPK, dan kewenangan KPK untuk bisa menghentikan kasus (SP3). KPK sendiri menilai poin-poin dalam Revisi UU itu malah cenderung melemahkan lembaga antirasuah itu, bukan justru memperkuat. "Yang setelah kita pelajari, poin-poin di revisi itu sangat rentan melemahkan KPK. Jadi jangan sampai pertemuan-pertemuan di kampus-kampus yang sudah berjalan tersebut diklaim seolah-olah nanti mendukung revisi Undang-Undang KPK. Itu yang kita ingatkan," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Jumat (3/3). BACA JUGA : Terima Surpres Calon Kapolri, Puan Jamin Seluruh Aspek Kelayakan Dipertimbangkan Firman Subagyo: Kementan Harus Hati-Hati Buat Pernyataan Ketua DPR Kecam Penyerangan Terhadap Menko Polkam Wiranto Pemindahan Ibu Kota, Ketua DPR: Bukan Hal Mustahil untuk Dilakukan Ketua DPR Minta Pemerintah Santuni Petugas KPPS yang Gugur Please enable JavaScript to view the comments powered by Disqus.