Ketua Umum Kadin, Eddy Ganefo : Angka Backlog Tinggi, Masalah Perumahan Menjadi Anak Tiri

eddy ganefo kadin apersi Foto: Ketua Umum Kadin, Eddy Ganefo.

Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sangat mendorong dan mendukung Program Sejuta Rumah yang dicanangkan Presiden Jokowi pada April 2015 yang lalu dapat segera terwujud. 
 
Untuk itu, Kadin mengharapkan agar asosiasi-asosiasi pengembang perumahan dapat meresponya dengan baik, beserta stakeholder terkait, seperti Kementerian PUPR, Kementerian Agraria, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan perbankan. 
 
Tidak kalah penting, pemerintah daerah juga agar dapat menyelaraskan Paket Kebijakan Ekonomi XIII tentang Perumahan dengan peraturan yang ada di daerah. 
 
“Supaya misi mulia Pemerintah yaitu memberikan rumah kepada 15 juta kepala keluarga yang belum memiliki rumah dan selisih antara pasokan rumah dan kebutuhan (backlog) ini secara perlahan-lahan bisa dieleminir,” kata Ketua Umum Kadin, Eddy Ganefo kepada Indonesia Reports, Rabu (10/5).
 
Namun, Eddy mengakui untuk dapat mengikis jumlah backlog yang ada saat ini bukan merupakan pekerjaan mudah, butuh waktu sekitar 20-30 tahun ke depan.
 
“Itu pun kalau dijalankan dengan baik. Kalau tidak, justru backlog ini akan bertambah terus, karena setiap tahunnya ada sekitar 800 ribuan kepala keluarga baru yang membutuhkan rumah. Karena itu ini merupakan tugas bersama termasuk tugas Kadin Indonesia, dan kami akan mendorong ini,” tuturnya.
 
Eddy menjelaskan, menurut data BPS pada tahun 2010 terdapat 13,6 juta kepala keluarga yang belum memiliki rumah. Sedangkan angka kelahiran bayi sekitar 2,4 juta per tahun, jika di dalam satu keluarga memiliki 4 jiwa maka kebutuhan rumah setiap tahun 800 ribu unit rumah.
 
“Sementara kemampuan rata-rata membangun rumah selama ini hanya 400 ribu unit. Artinya backlog itu terjadi 400 ribu unit per tahun. Dan dari 2010 ke 2016 itu diperkirakan sudah berjumlah 15 juta unit, kalau ini tidak dikelola dengan baik, maka jumlah backlog ini akan semakin tinggi. Bahkan kalau kelahiran bayi lebih banyak, maka akan lebih tinggi lagi,” jelasnya.  
 
Karena itu, sambungnya benar-benar dibutuhkan ketegasan dan kemauan dari semua pihak agar masyarakat dapat diberikan kemudahan untuk mendapatkan rumah sehingga minimal kebutuhan 800 ribu unit rumah per tahun dapat dipenuhi.
 
“Umpamanya setiap tahun kita dapat membangun 800 ribu unit rumah dan menjualnya, maka angka backlog itu tetap di 15 juta, angka itu stabil saja disitu. Justru itu kita harus lebih kenceng lagi dari yang ada sekarang ini, minimal 1,5-2 juta unit rumah dapat dibangun per tahun. Kalau 1,5 juta unit kita butuh waktu sekitar 20 tahun lebih, kalau kurang dari itu ya bisa 30 tahun,” tuturnya.
 
Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) ini, perlu ada satu badan atau instansi yang khusus menangani perumahan agar tugasnya menjadi lebih fokus.
 
“Dulu kan ada Kementerian Perumahan, tapi sekarang kan sudah digabung menjadi Kementerian PUPR. Sementara kita tahu tugas dari Kementerian PUPR itu sangat berat dan sangat banyak di bidang PU nya saja, sehingga perumahan menurut saya menjadi anak tiri, apa yang harapkan tadi lebih banyak dapat membangun rumah malah lebih lambat. Sekarang lihat saja, Pak Menteri setiap jalan kemana-mana urusan PU semua, kalau pun datang di perumahan itu meresmikan rumah-rumah komersil, apartement. Sudah enggak berpihak lagi kepada rumah murah, kepada masyarakat rendah,” kata Eddy.
 
Tapi Eddy mengatakan sosok Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono sudah bagus kinerjanya karena merupakan tipe pekerja. “Tapi dia tahu ada tugas utama yang lebih penting yaitu masalah ke PU-an, masalah sarana, infrastruktur, fasilitas dan sebagainya,” ujar Eddy.
 
Ke depan, Eddy mengatakan Kadin akan melaksanakan diskusi khusus masalah perumahan baik itu soal kebijakan maupun pembiayaan.
 
“Pembiayaan ini baik pembiayaan untuk para pengembangnya, supaya dia bisa lebih cepat lagi membangun. Karena biaya pengembang ini masih terganjal dengan bunga yang tinggi, bunganya 14%, harusnya untuk rumah murah diberi fasilitas bunga rendah katakanlah 6% paling tinggi 9%, ini pasti ada percepatan.”
 
Atau kita bisa menarik para investor untuk ikut melakukan pembiayaan terhadap pembangunan perumahannya.
 
“Kemudian masalah pembiayaan untuk MBR, khususnya lagi bagi masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap seperti tukang ojek, tukang bakso dan lainnya. Ini yang perlu dikembangkan atau usulan kepada Pemerintah,” tutupnya.