KKP Terjunkan Satgas Tangani Kematian Ikan di Danau Toba

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto Foto: Nelayan di Danau Toba menyiasati perubahan suhu udara di musim kemarau dengan memindahkan keramba (Humas Ditjen Perikanan Budidaya/Daeng Pattiroy)

JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerjunkan Tim Satuan Tugas (Satgas) untuk mencari penyebab kematian massal ikan di Danau Toba, tepatnya di Kelurahan Pintu Sona, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. 
 
Tim ini diwakili oleh ahli perikanan budidaya dari Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Jambi dan Balai Karantina Ikan Medan. 
 
Kasus ikan mati melanda Danau Toba, mencapai 180 ton dan kerugian nelayan diperkirakan mencapai Rp2,7 miliar.
 
Anggota Tim Satgas, Ahmad Jauhari dalam keterangan tertulisnya menjelaskan,  setidaknya ada tiga dugaan sementara penyebab kematian massal ikan tersebut yakni penurunan suplai oksigen bagi ikan, kepadatan ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) yang terlalu tinggi, dan lokasi KJA terlalu dangkal.
 
Menurutnya, turunnya suplai oksigen disebabkan oleh terjadinya upwelling (umbalan) yang dipicu oleh cuaca yang cukup ekstrim dan berakibat adanya perbedaan suhu yang mencolok antara air permukaan dan suhu air dibawahnya. 
 
Tim Satgas juga merekomendasikan untuk menghentikan aktivitas KJA selama dua bulan, agar perairan bisa me-recovery kondisinya seperti semula.
 
“Ya paling tidak dua bulan ke depan, kami himbau masyarakat menghentikan sementara waktu aktivitas budidayanya, hingga perairan kembali stabil,” ujarnya. 
 
Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam keterangannya di Jakarta, Senin (27/8) mengungkapkan keprihatinannya atas musibah tersebut. 
 
Slamet menyatakan bahwa kasus up-welling di perairan umum merupakan hal yang terjadi secara periodik khususnya pada kondisi cuaca ekstrim. Untuk itu, menurutnya perlu upaya yang sifatnya preventif sehingga kejadian serupa tidak menimbulkan efek kerugian ekonomi yang lebih besar.
 
“Kasus up-welling di perairan umum ini, secara periodik selalu terjadi, dan menjadi siklus tahunan, terlebih dipicu oleh kondisi cuaca ekstrim. Karakteristiknya sama di hampir seluruh perairan umum,” jelas Slamet.
 
Ia menambahkan,  disisi lain masalah perairan umum ini tidak bisa dilihat secara parsial tapi harus holistik, begitupun dengan penyelesaiannya harus komprehensif. 
 
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan perairan. Karena itu, ia menghimbau semua pihak bisa duduk bareng mencari solusi yang sifatnya jangka panjang. 
 
Dari aspek legalitas, Slamet juga menggarisbawahi bahwa aktivitas usaha budidaya ikan di Perairan Danau Toba telah di atur dalam berbagai regulasi, diantaranya tertuang dalam Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya yang membolehkan kegiatan budidaya ikan sepanjang dapat dikendalikan dan dilakukan pada zona budidaya perikanan.