Kerugian dan Kerusakan Dampak Bencana Di Sulteng Mencapai Rp 13,82 Triliun

Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho Foto: Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho

Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa kerugian dan kerusakan akibat bencana di Sulteng mencapai lebih dari 13,82 triliun rupiah.
 
Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan, kerugian ini hasil perhitungan yang dilakukan oleh Tim Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB. 
 
“Hasil perhitungan sementara terhadap kerugian dan kerusakan akibat bencana berdasarkan data per 20/10/2018, mencapai lebih dari 13,82 trilyun rupiah. Diperkirakan dampak kerugian dan kerusakan akibat bencana ini akan bertambah, mengingat data yang digunakan adalah data sementara,” ujarnya dalam siaran pers, Minggu (21/10/2018). 
 
Sutopo mengatakan, kerugian mencapai Rp 1,99 trilyun dan kerusakan mencapai Rp 11,83 trilyun.
 
Dampak kerugian dan kerusakan akibat bencana ini meliputi 5 sektor pembangunan yaitu kerugian dan kerusakan di sektor permukiman mencapai Rp 7,95 trilyun; sektor infrastruktur Rp 701,8 milyar; sektor ekonomi produktif Rp 1,66 trilyun; sektor  sosial Rp 3,13 tilyun; dan lintas sektor mencapai Rp 378 milyar.
 
Begitu juga dengan jumlah korban jiwa yang melanda empat daerah di Sulteng yakni Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi dan Parigi Moutong. Hingga, Minggu (21/10/2018) pukul 13.00 WIB, tercatat 2.256 orang meninggal dunia. 
 
Sebarannya di Kota Palu 1.703 orang meninggal dunia, Donggala 171 orang, Sigi 366 orang, Parigi Moutong 15 orang dan Pasangkayu 1 orang.  Semua korban sudah dimakamkan.  Sebanyak 1.309 orang hilang, 4.612 orang luka-luka dan 223.751 orang mengungsi di 122 titik.
 
Di samping itu, banyak bangunan dan infrastruktur yang hancur akibat bencana. Kerusakan meliputi 68.451 unit rumah, 327 unit rumah ibadah, 265 unit sekolah, perkantoran 78 unit, toko 362 unit, jalan 168 titik retak, jembatan 7 unit dan lainnya. 
 
“Data tersebut adalah data sementara, yang akan bertambah seiring pendataan yang terus dilakukan,” katanya.
 
Kemudian, dampak kerugian dan kerusakan di sektor permukiman adalah paling besar karena luas dan masifnya dampak bencana.
 
Hampir sepanjang pantai di Teluk Palu bangunan rata tanah dan rusak berat. Terjangan tsunami dengan ketinggian antara 2,2 hingga 11,3 meter dengan landaan terjauh mencapai hampir 0,5 km telah menghancurkan permukiman di sana. 
 
Begitu juga adanya amblesan dan pengangkatan permukiman di Balaroa. Likuifaksi yang menenggelamkan permukiman di Petobo, Jono Oge dan Sibalaya telah menyebabkan ribuan rumah hilang.
 
Berdasarkan sebaran wilayah, maka kerugian dan kerusakan di Kota Palu mencapai Rp 7,63 trilyun, Kabupaten Sigi Rp 4,29 trilyun, Donggala Rp 1,61 trilyun dan Parigi Moutong mencapai Rp 393 milyar. Perhitungan kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana belum dilakukan perhitungan. 
 
Diperkirakan untuk membangun kembali daerah terdampak bencana nantinya pada saat periode rehabilitasi dan rekonstruksi akan memerlukan anggaran lebih dari Rp 10 trilyun. 
 
“Tentu ini bukan tugas yang mudah dan ringan, namun Pemerintah dan Pemda akan siap membangun kembali nantinya. Tentu membangun yang lebih baik dan aman sesuai prinsip build back better and safer,” tutupnya.