Harmonisasi dan Sinergitas

Pengembangan Food Estate di Kalteng Harus Berkelanjutan

Teras,Narang Foto: Teras Narang, Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia yang juga Gubernur Kalteng Periode 2005-2010 dan 2010-2015

Jakarta-Pengembangan sentra pertanian di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau di Kalimantan Tengah yang populer dengan sebutan Food Estate menjadi harapan baru bagi pembangunan pertanian Indonesia.

Di dua kabupaten ini, lebih dari dari 100 ribu hektare (ha) lahan telah diputuskan oleh pemerintah pusat sebagai sentra pertanian dengan pembukaan lahan baru dalam bentuk kawasan pangan atau lumbung pangan.

Teras Narang, Gubernur Kalteng dua periode yakni, periode 2005-2010 dan 2010-2015 menyampaikan, pengembangan Food Estate di Kalteng merupakan langkah prospektif guna menopang kebutuhan produksi pangan. Pembangunan pertanian membutuhkan suatu kawasan baru untuk jangka panjang yang didukung dengan mekanisasi pertanian modern.

“untuk mencapai ini, perlu membangun sinergi dari pemerintah pusat ke daerah untuk menyinkronkan program dalam menciptakan hubungan yang harmonis,” ujar Teras yang juga anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI ini.  

Ia mengatakan, program Food Estate dari pemerintah pusat adalah sesuatu hal yang positif buat daerah. Mulai dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, hingga tingkat desa harus bersama menyukseskan Food Estate.

Pengembangan pertanian jangka panjang di Kalimantan Tengah meliputi penyediaan lahan baru berupa rehabilitasi lahan dengan meningkatkan sarana pendukung produktivitas lahan, terutama dari sisi pengairan dan drainase di lahan rawa.

Kawasan food estate merupakan tanah bekas proyek lahan gambut atau PLG yang dikembangkan pada masa Orde Baru. Saat dibuka pada 15 tahun lalu, lahan itu memiliki tingkat pH 3 dengan kadar sangat masam.

Dalam kondisi ini, menurut Teras, tanaman mungkin tumbuh, tetapi membutuhkan proses pencucian untuk mencapai kadar keasaman tanah atau pH yang lebih baik. Lahan di Kalteng yang identik dengan rawa dan lahan gambut berbeda dengan lahan di Pulau Jawa.

“Baik itu alam pertaniannya, bibitnya, termasuk penggunaan pupuk semuanya harus disesuaikan,” kata Teras.

Jenis tanaman yang berhasil di pulau lain kata Teras, tidak bisa dipaksakan hasilnya baik juga di Kalteng yang seolah-olah tanahnya sama. Perlu menyesuaikan dengan kondisi tanahnya, sehingga masyarakat petani bisa memahami metode bercocok tanam modern.   

Karena itu, ia berharap kawasan Food Estate harus dilaksanakan secara berkelanjutan.

“Jadi kalau istilahnya itu lumbung pangan berkelanjutan. Kalau dulu hasilnya 3 ton per ha, kedepan harus bisa 5-7 ton per ha. Setahun mungkin bisa 2-3 kali panen,” tutup teras. 

   
BACA JUGA :