SPPG Tingkatkan Mutu Dapur Pesantren: Investasi Sanitasi Modern Demi Program MBG

badangizinasional,bgn,dadan Foto: Dok: Istimewa.

Jakarta - Upaya memperluas penerima manfaat Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di pesantren terus bergerak. Namun, urusan dapur bukan cuma soal memenuhi syarat administrasi kualitas sarana dan higienitas juga jadi sorotan, termasuk pengolahan air limbah, penggunaan lantai epoksi anti-bakteri, sampai teknologi sterilisasi ompreng untuk ribuan santri.

Hari Selasa (25/11), pejabat Kementerian Agama, Dian, menjelaskan bahwa banyak pesantren sesungguhnya mampu meningkatkan kualitas layanan pangan melalui pendirian Satuan Produksi Pangan Gizi (SPPG). Bahkan beberapa di antaranya berhasil menambah pemasukan pesantren.

“Kalau ada yang belum punya pendanaan, kami bantu carikan mitra yang mau investasi,” ujar Dian, dikutip dari ANTARA. Ia menambahkan, sejumlah pesantren justru mendapat surplus sejak mengelola dapur sendiri karena biaya makan berkurang dan dana selebihnya bisa dialokasikan untuk program pembinaan santri.

Sejalan dengan itu, peningkatan standar fasilitas dapur jadi hal yang makin didorong. Beberapa pesantren mulai membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sederhana untuk memastikan air bekas pengolahan makanan aman sebelum dialirkan ke lingkungan. Lantai dapur banyak yang diganti dengan lantai epoksi yang lebih higienis, tahan bahan kimia, dan mudah dibersihkan—standar yang sering dipakai industri pangan.

Tak hanya itu, peralatan makan seperti ompreng santri sudah banyak yang masuk sistem sterilisasi uap bertekanan (steam sterilizer) agar bebas bakteri sebelum digunakan kembali setiap hari.

Dian menjelaskan bahwa inovasi-inovasi kecil semacam ini justru memperkuat kesiapan pesantren dalam memenuhi syarat pendirian SPPG. “Pesantren yang punya yayasan biasanya bisa langsung mengelola dapur sesuai juknis dan SOP, termasuk sertifikat halal, SLHS, sampai sertifikasi air layak pakai. Semua itu penting untuk keamanan pangan,” jelasnya.

Dukungan dari para alumni juga sering menjadi penggerak. “Biasanya alumni ingin bantu tanpa hitung-hitungan kaku. Mereka anggap ini bagian dari ibadah,” tambahnya.

Sementara itu, Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, kembali mendorong percepatan koordinasi Kemenag agar pesantren yang memenuhi syarat bisa segera menjadi penerima manfaat MBG. Saat ini, jumlah pesantren yang ikut program masih sangat kecil.

“Dari sekitar 11 juta santri dan 1 juta pengajar, baru 2 persen yang menerima MBG,” ujar Nanik.

Per September 2025, Kemenag mencatat sudah ada 40 pesantren yang mengoperasikan SPPG. Jumlah ini diprediksi terus bertambah seiring banyaknya pesantren yang mulai membenahi dapur dan sanitasi mereka agar memenuhi standar.