Foto: UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Samarinda - Rangkap jabatan komisaris dan pejabat pelaksana pelayanan publik yang ingin dilakukan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Awang Faroek Ishak dinilai melanggar UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dikatakan, Pasal 17 UU Pelayanan Publik telah melarang pelaksana pelayanan publik merangkap jabatan menjadi komisaris BUMN atau BUMD. "Apabila rangkap jabatan tersebut terjadi, maka berpotensi terjadinya konflik kepentingan dalam menjalankan tugasnya. Tak hanya itu, rangkap jabatan juga membuat pemborosan anggaran dan melanggar etika," kata Sekretaris LBH Masyarakat Kaltim, Ahmad Hariadi dalam release yang diterima Indonesia REPORTS, Rabu (10/5). Kalau diteruskan, sambungnya, orang tidak intens, rangkap penghasilan, kadang-kadang jadi tempat untuk menempatkan kerabat. "Kita lihat lebih jauh lagi, ini juga soal etik," ujarnya. Untuk membenahi persoalan rangkap jabatan ini, LBH Masyarakat Kaltim meminta konsistensi pemerintah dalam menegakkan aturan yang ada, terutama UU Pelayanan Publik. Selain itu, harus ada standar etika bagi pejabat yang rangkap jabatan dengan memitigasi kemungkinan terjadinya konflik kepentingan, penghasilan ganda, dan tidak kapabel. "Ada dua opsi untuk pemerintah, yakni menerapkan kebijakan tidak rangkap jabatan untuk komisaris BUMD. Selain itu, mengangkat pejabat sebagai komisaris BUMD tertentu yang dinilai memiliki relasi kuat dengan fungsi publik instansi yang bersangkutan." Namun, pejabat tersebut tidak masuk kategori penyelenggara pelayanan publik, tidak menerima imbalan atau intensif lain dari BUMD bersangkutan, memiliki kompetensi yang sesuai, dan kegiatan komisaris masuk dalam tugas dan fungsi pejabat di instansi asal. "Memang jika membaca UU Pemda tidak ada mempermasalahkan rangkap jabatan, tetapi baca UU Pelayanan Publik karena disana undang-undang itu jelas mengatur," tegas Ahmad. Ia juga mengatakan bahwa sebagai Sekretaris Provinsi Kaltim, Rusmadi dengan begitu banyak tugas dan fungsi untuk memimpin para birokrat di pemerintahan provinsi, tentu waktunya akan banyak tersita disitu. Namun dengan adanya jabatan baru sebagai anggota Dewan Pengawas Non Independen di Bank Kaltim, LBH Masyarakat Kaltim menyakini Tupoksi-nya tidak akan berjalan dengan baik. "Bisa-bisa hanya pasang nama tapi tugasnya tidak dapat dijalankan dengan maksimal atau bisa saja kedua jabatan tidak berjalan maksimal karena akan separuh-separuh bekerjanya,” kata Ahmad lagi. Posisi right job on the right place sangat penting dalam penata kelolaan birokrat. Karena bekerja di pengawas sebuah bank haruslah seorang yang paling tidak mantan bankir atau mengetahui seluk beluk perbankan. “Kenapa Pak gubernur tidak langsung saja menempatkan seorang yang expert di bidang tersebut?," tanya Ahmad mengakhiri release. Sebelumnya, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menegaskan tidak ada undang-undang yang dilanggar terkait pejabat pemerintah yang rangkap jabatan sebagai badan pengawas Perusda atau komisaris. Menurutnya, dalam UU 23/2014 tentang Pemda disebutkan, ketika ada kucuran dana pemerintah, maka mesti ada perwakilan pemerintah yang mengawasi. Ia mencontohkan salah satu BUMD yang dimiliki Pemprov Kaltim, yakni BPD Kaltim. Di bank pelat merah itu, pemprov memiliki saham tertinggi. “Masak tidak boleh mengawasi,” ujarnya. Disinggung terkait risiko konflik kepentingan apabila pejabat rangkap jabatan, Faroek menerima masukan tersebut. Namun, untuk urusan evaluasi, dia menyerahkan kepada Perusda atau BUMD bersangkutan. BACA JUGA : Polri Besok, Gelar Perkara Kasus Unlawful Killing Laskar FPI Ini loh.. Peran Serta Masyarakat Memberantas Korupsi Calon Kapolri Harus Berani berjanji Menindak Pelaku Korupsi Tanpa Pandang Bulu Memastikan Bansos Sembako Presiden Sampai Kepada Warga Tidak Mampu Please enable JavaScript to view the comments powered by Disqus.