Foto: Letjen TNI Suharyanto. Dok: Istimewa. Jakarta - Di antara sirene darurat dan gemuruh langit yang kerap murka, berdiri seorang perwira dengan wajah teduh namun sorot mata tajam, Letjen TNI Suharyanto. Dari tanah Cimahi ia berasal, lahir 8 September 1967, lalu menempuh jalan panjang di korps Infanteri, hingga akhirnya dipanggil negara untuk memimpin Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sejak dilantik Presiden Joko Widodo pada 17 November 2021, langkahnya selalu terarah ke garis depan. Ia tidak sekadar duduk di balik meja komando, melainkan hadir di lumpur banjir, menatap pekat asap kebakaran hutan, hingga meninjau tanah retak bekas gempa. Di pundaknya, tersandang amanah sebagai penjaga ketangguhan bangsa. Sebelum menahkodai BNPB, Suharyanto menoreh jejak di berbagai pos penting seperti Kasdam Jaya, Sekretaris Militer Presiden, hingga Pangdam V/Brawijaya. Dari pengalaman itu, ia belajar bahwa strategi tak hanya soal taktik tempur, melainkan juga seni memimpin manusia dalam situasi paling rapuh. Di masa kepemimpinannya, BNPB bukan hanya hadir saat bencana tiba, tetapi juga membangun kesiapsiagaan. Ia menyerahkan pompa dan tangki air bagi satgas karhutla, memimpin patroli udara di Kalimantan, hingga mengawal pengiriman ratusan ton bantuan kemanusiaan ke Turki dan Suriah. Dari Riau hingga Anatolia, jejak tangannya menjadi saksi bahwa solidaritas tak mengenal batas. Namun capaian tak hanya tampak di lapangan. Di balik layar, BNPB terus memperkuat fondasi, 12 kali berturut-turut meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian, meningkatkan indeks reformasi birokrasi, serta menanamkan literasi kebencanaan lewat dunia pendidikan. Bahkan, penghargaan demi penghargaan singgah, mulai dari pengarusutamaan gender hingga apresiasi Badan Standardisasi Nasional. “BNPB tak bisa bekerja sendiri. Kita hanya kuat bila bergandengan tangan,” ucapnya lirih namun pasti. Kalimat sederhana itu menjadi mantra, mengikat TNI, Polri, pemerintah daerah, hingga masyarakat dalam satu barisan. Kini, saat sirene bahaya berbunyi, nama Suharyanto kerap muncul di layar berita. Bukan sebagai sosok yang mencari sorot kamera, melainkan sebagai panglima senyap yang berdiri di antara api dan air, mengingatkan kita bahwa bencana memang tak bisa ditolak, tapi ketangguhan bisa dibangun. BACA JUGA : Please enable JavaScript to view the comments powered by Disqus.