Foto: Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi. Dok: Istimewa. Jakarta - Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus memperkuat peran strategisnya dalam meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pola Pangan Harapan (PPH), yang digelar secara daring pada Rabu (11/6). Kegiatan ini melibatkan Dinas Ketahanan Pangan dari 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota se-Indonesia. PPH merupakan indikator penting dalam menilai kualitas konsumsi pangan masyarakat. Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan NFA, Rinna Syawal, mengungkapkan bahwa skor PPH nasional mengalami tren peningkatan dalam lima tahun terakhir. “Pencapaian skor PPH menunjukkan progres yang konsisten: 89,7 pada tahun 2020, meningkat menjadi 89,8 di 2021, 90,7 pada 2022, melonjak ke 94,1 pada 2023, dan sedikit terkoreksi ke angka 93,5 di tahun 2024. Meskipun ada sedikit penurunan, capaian ini tetap mencerminkan kesadaran yang tumbuh terhadap kualitas konsumsi yang mengarah ke pola pangan B2SA di masyarakat,” ujar Rinna. Rinna menambahkan bahwa keberlanjutan peningkatan skor PPH menjadi bukti nyata kolaborasi aktif antara pusat dan daerah dalam membangun pemahaman gizi berbasis kearifan pangan lokal. Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Andriko Noto Susanto, menekankan bahwa PPH lebih dari sekadar indikator teknis. Ia menyebut PPH sebagai refleksi kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa. “PPH bukan hanya angka, tetapi ukuran penting bagi kualitas hidup masyarakat. Ia menggambarkan apakah masyarakat hanya makan untuk kenyang, atau juga makan untuk sehat. Angka ini kami turunkan hingga ke tingkat daerah, karena menyangkut bagaimana kita membangun manusia Indonesia yang sehat, aktif, dan produktif,” jelas Andriko. Andriko juga menyoroti pentingnya membangun kemandirian pangan, bukan sekadar ketahanan pangan. Ia mengajak seluruh pihak untuk mulai menggunakan istilah "kemandirian pangan", yang berarti pangan dipenuhi dari produksi dalam negeri. “Kita harus mulai menekankan istilah kemandirian pangan, yang artinya pemenuhan pangan dari produksi dalam negeri. Berbeda dengan ketahanan pangan yang bersifat pasif terhadap asal pangan, kemandirian pangan mendorong keberpihakan pada petani, peternak, dan nelayan kita. Ini adalah upaya konkret membangun ekonomi lokal dan mewujudkan kedaulatan pangan,” tegasnya. Langkah ini sejalan dengan kebijakan strategis melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal. Kebijakan ini memberikan payung hukum yang kuat bagi program-program percepatan diversifikasi pangan nasional yang bersumber dari kekayaan pangan lokal. Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa sinergi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci utama dalam membumikan konsumsi pangan lokal yang sehat dan berkelanjutan. “Kita tidak bisa bicara pangan sehat tanpa menyentuh aspek keberlanjutan dan produksi lokal. Perpres 81/2024 adalah wujud nyata arah kebijakan kita menuju kemandirian pangan. Saya mengajak seluruh pemerintah daerah untuk aktif mengampanyekan pangan lokal B2SA sebagai gaya hidup baru masyarakat,” ujar Arief. “Ini bukan sekadar strategi komunikasi. Ini adalah bentuk tanggung jawab kita semua dalam menyiapkan masa depan pangan Indonesia yang mandiri, sehat, dan berpihak pada potensi dalam negeri. Dengan kolaborasi yang berkelanjutan, saya yakin masyarakat kita tidak hanya cukup makan, tetapi makan sehat dari kekayaan pangan lokal kita sendiri,” pungkas Arief. BACA JUGA : NFA Percepat Langkah Stabilisasi Pangan NFA Bersama IPB University Gelar Diskusi Perkuat Basis Data Gizi Pangan Segar Stok Beras di Pasar Induk Cipinang Terpantau Cukup Aman NFA Dukung Penuh Koperasi Merah Putih sebagai Katalis Ekonomi Desa Please enable JavaScript to view the comments powered by Disqus.