Pangan Lokal Jadi Pilar Adaptasi Iklim, NFA Dorong Diversifikasi Konsumsi Nasional

NFA,BadanpanganNasional,Bapanas Foto: Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan NFA, Rinna Syawal. Dok: Istimewa.

Jakarta - Badan Pangan Nasional (NFA) menyoroti pentingnya penganekaragaman pangan lokal sebagai bagian dari strategi menghadapi krisis iklim dan menjaga ketahanan pangan. Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan NFA, Rinna Syawal, menekankan hal itu dalam Seminar dan FGD Integrasi Iklim, Pangan, dan Gizi dalam Rencana Aksi Nasional/Daerah Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2025–2029 di Jakarta, Kamis (18/9).

Rinna menjelaskan, konsumsi pangan masyarakat Indonesia masih bertumpu pada beras. Padahal, perubahan iklim menyebabkan produksi beras semakin tidak stabil, terutama akibat curah hujan yang tidak menentu, suhu ekstrem, serta bencana hidrometeorologi. Kondisi ini ditambah dengan kesenjangan distribusi pangan dan kerentanan kelompok tertentu seperti balita, ibu hamil, dan lansia.

“Jika hanya bergantung pada beras, ketahanan pangan kita akan rapuh. Padahal, Indonesia memiliki ragam pangan lokal yang bisa menjadi penopang di tengah krisis,” jelas Rinna.

Ia menegaskan, komoditas seperti sorgum, sagu, jagung, singkong, ubi jalar, sukun, dan talas memiliki keunggulan karena lebih adaptif terhadap kondisi iklim ekstrem sekaligus ramah terhadap lingkungan. Diversifikasi konsumsi pangan ini dinilai mampu mengurangi risiko gejolak pasokan dan menjaga keberlanjutan sistem pangan.

Meski demikian, Rinna mengakui bahwa pangan lokal masih menghadapi tantangan dalam hal penerimaan masyarakat. Persepsi rendah, keterbatasan produksi, hingga minimnya promosi gizi membuat pangan lokal kurang populer dibandingkan pangan impor atau beras.

Untuk itu, NFA mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal. Regulasi ini mendorong penguatan UMKM pangan, pemanfaatan lahan pekarangan, pengembangan industri berbasis pangan lokal, serta kampanye konsumsi Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA).

Menurutnya, target jangka panjang dari kebijakan ini adalah meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH) masyarakat. Sejumlah inovasi berbahan pangan lokal juga tengah dikembangkan, mulai dari mie sorgum, beras analog, hingga camilan sehat berbasis umbi-umbian.

“Pangan lokal bukan sekadar pilihan alternatif, melainkan solusi nyata menghadapi perubahan iklim, memperkuat ekonomi lokal, sekaligus menjaga kedaulatan pangan bangsa,” tegas Rinna.

Seminar dan FGD ini dihadiri perwakilan kementerian/lembaga, akademisi, serta organisasi masyarakat sipil. Forum tersebut menjadi bagian dari penyusunan akhir RAN-PG 2025-2029 yang akan menjadi pedoman nasional integrasi pangan, gizi, dan adaptasi iklim.