Foto: Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi. Dok: Istimewa. Jakarta - Komoditas beras menjadi salah satu faktor kunci dalam meredam inflasi nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi September 2025 berada di level 2,65 persen secara tahunan, naik dari 2,31 persen pada Agustus 2025. Meski inflasi umum meningkat, harga beras justru mengalami deflasi bulanan sebesar 0,13 persen, memberikan kontribusi signifikan terhadap pengendalian inflasi. Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, menjelaskan penurunan harga beras dipengaruhi oleh masa panen gadu di sejumlah wilayah, sehingga pasokan gabah meningkat. Selain itu, penggilingan menggunakan stok gabah yang cukup banyak dan penyaluran beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) turut menstabilkan harga. “Penurunan harga beras di penggilingan, grosir, maupun eceran diperkirakan disebabkan tiga faktor tersebut,” kata Habibullah, Rabu (1/10/2025). Secara historis, empat tahun terakhir (2021-2024) harga beras pada bulan September cenderung mengalami inflasi. Namun, pada September 2025, beras justru mengalami deflasi sebesar 0,01 persen, berbeda dari tren sebelumnya. Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi menambahkan, intervensi stabilisasi beras oleh Perum Bulog berdasarkan penugasan NFA turut berperan dalam kondisi ini. “Penyaluran beras SPHP di pasar tradisional, ritel modern, dan berbagai saluran distribusi lainnya berdampak pada pasokan yang terjaga,” ujar Arief, Kamis (2/10/2025). Berdasarkan Panel Harga NFA per 1 Oktober 2025, harga beras premium di tingkat konsumen turun 0,08 persen menjadi Rp 15.982 per kilogram, sedangkan beras medium turun 0,15 persen menjadi Rp 13.856 per kilogram. Realisasi penjualan beras SPHP hingga kini mencapai 424.520 ton (28,17 persen dari target 1,5 juta ton), sedangkan bantuan pangan beras periode Juni-Juli 2025 telah tersalurkan hampir sepenuhnya, 363.959 ton dari target 365.541 ton. Untuk memperkuat pengendalian inflasi, pemerintah memperpanjang penyaluran bantuan pangan selama dua bulan lagi (Oktober–November 2025). Setiap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mendapatkan beras 10 kilogram per bulan dan 2 liter minyak goreng ‘Minyakita’ per bulan, menyasar 18,277 juta KPM. Selain beras, pemerintah juga menyalurkan SPHP jagung dengan target 52.400 ton bagi 2.109 peternak di 16 provinsi, khususnya peternak mikro, kecil, dan menengah, dengan harga maksimum Rp 5.500 per kilogram di tingkat peternak. Arief menekankan, stabilitas harga jagung turut menentukan keterjangkauan harga daging dan telur bagi masyarakat. “Intervensi jagung penting untuk menjaga rantai pasok pangan lebih luas dan memastikan keterjangkauan harga pangan pokok,” pungkas Arief. Komoditas beras menjadi salah satu faktor kunci dalam meredam inflasi nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi September 2025 berada di level 2,65 persen secara tahunan, naik dari 2,31 persen pada Agustus 2025. Meski inflasi umum meningkat, harga beras justru mengalami deflasi bulanan sebesar 0,13 persen, memberikan kontribusi signifikan terhadap pengendalian inflasi. Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, menjelaskan penurunan harga beras dipengaruhi oleh masa panen gadu di sejumlah wilayah, sehingga pasokan gabah meningkat. Selain itu, penggilingan menggunakan stok gabah yang cukup banyak dan penyaluran beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) turut menstabilkan harga. “Penurunan harga beras di penggilingan, grosir, maupun eceran diperkirakan disebabkan tiga faktor tersebut,” kata Habibullah, Rabu (1/10/2025). Secara historis, empat tahun terakhir (2021-2024) harga beras pada bulan September cenderung mengalami inflasi. Namun, pada September 2025, beras justru mengalami deflasi sebesar 0,01 persen, berbeda dari tren sebelumnya. Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi menambahkan, intervensi stabilisasi beras oleh Perum Bulog berdasarkan penugasan NFA turut berperan dalam kondisi ini. “Penyaluran beras SPHP di pasar tradisional, ritel modern, dan berbagai saluran distribusi lainnya berdampak pada pasokan yang terjaga,” ujar Arief, Kamis (2/10/2025). Berdasarkan Panel Harga NFA per 1 Oktober 2025, harga beras premium di tingkat konsumen turun 0,08 persen menjadi Rp 15.982 per kilogram, sedangkan beras medium turun 0,15 persen menjadi Rp 13.856 per kilogram. Realisasi penjualan beras SPHP hingga kini mencapai 424.520 ton (28,17 persen dari target 1,5 juta ton), sedangkan bantuan pangan beras periode Juni-Juli 2025 telah tersalurkan hampir sepenuhnya, 363.959 ton dari target 365.541 ton. Untuk memperkuat pengendalian inflasi, pemerintah memperpanjang penyaluran bantuan pangan selama dua bulan lagi (Oktober–November 2025). Setiap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mendapatkan beras 10 kilogram per bulan dan 2 liter minyak goreng ‘Minyakita’ per bulan, menyasar 18,277 juta KPM. Selain beras, pemerintah juga menyalurkan SPHP jagung dengan target 52.400 ton bagi 2.109 peternak di 16 provinsi, khususnya peternak mikro, kecil, dan menengah, dengan harga maksimum Rp 5.500 per kilogram di tingkat peternak. Arief menekankan, stabilitas harga jagung turut menentukan keterjangkauan harga daging dan telur bagi masyarakat. “Intervensi jagung penting untuk menjaga rantai pasok pangan lebih luas dan memastikan keterjangkauan harga pangan pokok,” pungkas Arief. BACA JUGA : Kepala NFA Lantik 59 PPPK, Dorong Perkuat Ketahanan Pangan Nasional NFA Sambut Inisiatif DPD RI, Senator Peduli Ketahanan Pangan Jadi Tonggak Kemandirian Nasional Kepala NFA Terima Gelar Adat Komering, Ketahanan Pangan Nasional Kian Menguat NFA Tegaskan Harga Jagung Petani Minimal Rp 5.500 per Kg hingga Akhir 2025 Please enable JavaScript to view the comments powered by Disqus.